Dr. H. Nashirul Haq, Lc., MA ( Pembina Baitul Wakaf)
Wakaf berarti menahan bentuk pokok dan menjadikannya untuk fii sabilillah sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pengertian yang lebih rinci, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.
Syariat wakaf didasarkan pada firman Allah SWT yang artinya:
لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
‘‘Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Ganjaran pahala wakaf tidak akan terputus selama harta yang diwakafkan itu masih dapat diambil manfaatnya, meskipun pewakafnya telah wafat. Karenanya, wakaf termasuk dalam kategori amal jariah, yaitu yang terus mengalir pahalanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim no. 1631)
Jika merujuk catatan sejarah, syariat wakaf pertama kali dicontohkan Umar bin Khattab r.a. Disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa Umar bin Khattab r.a menyampaikan kepada Rasulullah SAW bahwa dia memiliki sebidang tanah yang baik di Khaibar (sekitar kota Madinah) lalu meminta nasehat kepada beliau. Kemudian Rasulullah SAW menjawab, ”Jika engkau mau, wakafkanlah tanah yang ada di Khaibar itu“.
Lalu Umar mewakafkan tanahnya tersebut dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan. Hasil tanah itu diberikan kepada fakir miskin, kerabat, memerdekakan budak, para tamu dan kepentingan di jalan Allah SWT.
Wakaf bertujuan untuk memanfaatkan harta atau benda wakaf sesuai dengan dengan fungsinya. Yaitu mewujudkan potensi ekonomis harta benda wakaf tersebut demi kepentingan ibadah dan kesejahteraan umum.
Dengan demikian syariat wakaf berdimensi ibadah (‘ubudiyah) dan sosial (ijtima’iyah). Nilai ibadahnya diberi ganjaran pahala yang terus mengalir di akhirat kelak, sedangkan nilai sosialnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sejarah telah membuktikan manfaat wakaf bagi peradaban Islam. Ia merupakan pilar penting dalam membangun peradaban Islam yang agung, khususnya dalam menopang dan menguatkan perekonomian negara. Karenanya wakaf menjadi salah satu sumber pemasukan Baitul Mal.
Di bidang pendidikan, universitas Al Azhar Kairo Mesir salah satu institusi yang dikelola dengan sistem wakaf. Universitas al-Azhar salah satu contoh bentuk wakaf umat di bidang pendidikan. Lembaga yang didirikan pada tahun 970 M itu telah memberikan pendidikan gratis kepada pelajar dan mahasiswa dari seluruh penjuru dunia. Jumlahnya sangat banyak, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Melalui program wakaf, institusi ini terus berkembang dari masa ke masa. Badan wakaf al-Azhar hingga kini terus aktif mengelola dan mengembangkan harta wakaf untuk memenuhi kebutuhan beasiswa, asrama, aktifitas dan berbagai program sesuai visi Al Azhar. Ini baru satu contoh pengelolaan wakaf yang terbukti memberi manfaat besar bagi umat dan peradaban Islam.
Seandainya harta wakaf umat Islam dikelola dan dikembangkan secara sungguh-sungguh dalam berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Niscaya kemaslahatan dan kesejahteraan ummat dapat diwujudkan demi mengokohkan bangunan peradaban Islam. Wallahu Ta’ala A’lamTerbit Majalah Hidayatullah edisi Oktober.