Wakaf Korporasi di Zaman Rasulullah
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia, Dr. Imam Teguh Saptono, M.,M. menjelaskan wakaf pertama kali dilakukan sahabat nabi Umar bin Khatab, dengan mewawakafkan sebuah kebun kurma. Begitu juga dengan Utsman bin Affan yang berwakaf sumur. Pada zaman itu, kelembagaan korporasi belum terwujud sebagaimana layaknya perseroan terbatas. Seandainya saat itu Umar dan Utsman sudah memiliki perusahaan maka yang diwakafkan bukan kebun atau sumur, melainkan PT Umar atau Utsman TBK Enterprise.
Imam mengatakan, bagi masyarakat Arab Saudi, wakaf kebun kurma dan sumur banyak manfaatnya dikarenakan, keduanya itu memberikan banyak keuntungan seperti kebun kurma dapat menghasilkan kurma yang hasilnya bisa dijual dan hasil dari keuntungan penjualan bisa didistribusikan kepada mauquf alaih. Sedangkan, untuk sumur, bagi masyarakat timur tengah merupakan alat produksi karena tidak mugkin kebun dialiri sungai, karena disana tidak ada sungai.
Kedua bentuk wakaf diatas, menurut Imam adalah bentuk nyata dari wakaf. Karena Wakaf sesungguhnya merupakan benda-benda atau aset-aset produktif. “Wakaf ini sesungguhnya adalah benda-benda atau aset-aset yang produktif,” terangnya.
Wakaf berkembang sangat pesat dibeberapa Negara. Bahkan telah lazim sebuah korporasi diwakafkan.
Imam menambahkan makna tentang wakaf sendiri tidak dijumpai dalam Al-Qur’an tapi dapat dijumpai disejumlah hadits. Meski tidak ada dalam Al-Qur’an, para ahli tafsir mayoritas sepakat merujuk surat Ali ‘Imran Ayat 92 yang berbunyi:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92)
Menurut Imam bila konteksnya dihubungkan dengan para pengusaha. Bagi mereka itu,harta terbaiknya bukanlah bottom line menyisihkan hasil sebagian dari labanya, melainkan unit usaha atau perusahaannya yang menghasilkan laba tersebut. Dikarenakan laba perusahaan tiap tahun berbeda. Dan semakin kinerja perusahaan baik serta produk produknya laku banyak dipasaran maka keuntungan perusahaan meningkat terus dari tahun ketahun.
Imam mencontohkan, misalnya Fulan mempunyai laba 5 milyar. Kemudian ia mewakafkan 10 persen dari keuntungannya atau sebesar 500 juta rupiah. Ketika Fulan ditanya apakah laba sebesar 5 milyar yang didapat dari perusahaan atau korporasinya merupakan harta terbaik? Fulan menjawab tidak. Karena nilai tersebut merupakan keuntungan tahun ini. Bagaimana dengan tahun depan, 2 tahun lagi, 3 tahun lagi dan seterusnya.
Setelahnya, Fulan menjawab harta terbaik adalah engine atau alat penghasil daripada aset tersebut yaitu korporasi atau perusahaan yang ia miliki karena menghitung hasil dari keuntungan aset tersebut akan bertambah tiap tahunnya.
Maka, otomatis bagi seorang pengusaha harta terbaik adalah korporasinya itu sendiri. Itulah konsep mengapa konsep korporasi wakaf di negara maju itu sudah lazim atau sudah diterima oleh masyarakat luas.
Imam melanjutkan dengan menjelaskan mengenai wakaf korporasi sesungguhnya bagian dari amal jariyah. Untuk itu, Imam menghimbau agar dalam menjalankan wakaf korporasi harus memperhatikan kesiapan nazhir. Karena wakaf korporasi harta dan manfaatnya terus berkesinambungan sampai akhir zaman. Maka dalam hal ini wakaf korporasi menuntut adanya keprofesionalan nazhir.
Dan ini menjadi tantangan buat Indonesia. Apabila wakaf korporasi ini dijalankan. Kita membutuhakn lahirnya nazhir-nazhir yang profesional. Menurut sejarah, dulunya nazhir merupakan sebuah profesi yang menjadi idaman para anak muda cerdas brilian yang memilki kompetensi yang luar biasa.
Maka dari itu, sudah sewajarnya, kita harus membangkitkan kembali keprofesionalan nazhir dan menjadikan nazhir sebagai tempat idaman para kaum milenial untuk mengembangkan karirnya. Karena disinilah letak aset umat dipercayakan pada mereka.
Berbicara wakaf korporasi, diceritakan kisah 9 dari 10 sahabat rasul yang dijamin masuk surga adalah pengusaha. Tapi biasanya berhenti disitu jarang diteruskan tentang sejarah bahwa 9 sahabat rasul pengusaha yang dijamin masuk surga sembilan-sembilannya mewakafkan perusahaannya.
Sumber : www.bwi.go.id