Urgensi Wakaf

Wakaf yang disyari’atkan dalam agama Islam mempunyai dua dimensi sekaligus, ialah dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu diperaktekkan dalam kehidupan masyarakat muslim, sehingga mereka yang memberi wakaf (waqif) mendapat pahala dari Allah SWT karena mentaati perintahnya. Dimensi sosial ekonomi karena syari’at wakaf mengandung unsur ekonomi dan sosial, di mana kegiatan wakaf melalui uluran tangan sang dermawan telah membantu sesamanya untuk saling tenggang rasa.

Dalam perjalanan sejarah wakaf tidak hanya terbatas kepada kesejahteraan sosial untuk masyarakat dan keluarga, tetapi lebih dari itu peran wakaf yang monumental adalah melahirkan banyak yayasan ilmiah yang independen dan tidak tergantung kepada lembaga politik (pemerintah). Diantaranya menyelenggarakan forum ilmiah internasional, beasiswa, menyantuni kaum intelektual untuk selalu berkarya dan mendirikan lembaga-lembaga Islam yang independen dan tidak tergantung kepada arus politik tertentu.

Jika membaca sejarah Universitas Al-Azhar yang menjadi produsen intelektual Islam terkemuka di dunia, maka kita akan temui bahwa motor pembangkit yayasan tersebut adalah harta wakaf. Yang pertama kali memberi wakaf adalah khalifah pada masa dinasti Fathimiyah yang kemudian diikuti oleh kaum dermawan muslim lainnya.

Dengan harta wakaf Universitas Al-Azhar dapat membiayai sarana dan prasarana, honor guru dan dosen, dan beasiswa penuh kepada para mahasiswa yang datang dari penjuru dunia. Seandainya sampai saat ini tidak ada intervensi penguasa kepada Yayasan Al-Azhar tentu mayoritas kekayaan negara Mesir akan menjadi milik yayasan AlAzhar yang kaya raya.