Jauh dari hiruk pikuk kota, di belahan pelosok negeri, denyut nadi kehidupan berdetak berbeda. Berbalut hijaunya hutan dan kicauan burung, pedalaman Indonesia menyimpan kisah lain kisah tentang perjuangan da’i yang menebarkan cahaya agama Islam di tengah keterbatasan.
Dakwah pedalaman, bukan sekadar perjalanan membawa ajaran, tapi juga pergulatan hidup, pengabdian tanpa batas, dan benang-benang harapan yang ditenun dengan kesabaran.
Membayangkan pedalaman, mungkin membayangkan desa terpencil, akses terbatas, dan fasilitas yang minim. Kehidupan masyarakatnya pun kerap bersahaja, kental dengan tradisi, dan tak jarang bergulat dengan tantangan ekonomi dan kesehatan.
Di sinilah da’i pedalaman hadir, bukan hanya sebagai pembawa wahyu, tapi juga sebagai jembatan ilmu, teman berdiskusi, bahkan penggerak kemajuan.
Dakwah di pedalaman bukan sekadar ceramah dan pengajian. Ada pendekatan yang berbeda, menyelaraskan ajaran dengan kultur setempat, mengurai benang-benang kearifan yang sudah ada, dan menumbuhkan pemahaman agama yang inklusif. Ada da’i yang berdakwah lewat pendidikan, mendirikan sekolah dan rumah baca, menerangi anak-anak pedalaman dengan ilmu dan harapan.
Ada yang memilih jalur kesehatan, mendirikan klinik darurat, mengulurkan tangan untuk mereka yang sakit dan terabaikan. Ada pula yang berdakwah lewat pembangunan, menggagas proyek air bersih, jembatan penyeberangan, atau rumah layak huni, membuktikan bahwa ajaran agama tak lepas dari aksi nyata.
Perjalanan da’i pedalaman bukanlah tanpa tantangan. Menyusuri jalan setapak, membelah sungai berarus deras, bahkan tinggal berminggu-minggu di tenda hutan adalah keseharian mereka. Ketiadaan listrik, sinyal internet, dan fasilitas medis menjadi teman perjalanan yang tak terelakkan.
Tapi, di tengah itu semua, semburat senyum anak-anak saat bisa membaca, wajah lega pasien yang sembuh dari sakit, dan mata berbinar penduduk saat masjid baru berdiri, menjadi energi tak habis-habis bagi para da’i.
Kisah dakwah pedalaman adalah kisah tentang keberanian, keikhlasan, dan pengabdian. Kisah tentang mereka yang memilih jalan sunyi, tak hirau sorot lampu kota, demi menerangi ujung rimba dengan cahaya agama dan harapan.
Kisah yang tak hanya menggetarkan hati, tapi juga menggugah kesadaran – bahwa dakwah tak terbatas ruang dan waktu, bahwa kemajuan tak hanya milik kota, dan bahwa secercah cahaya, meski di pedalaman, mampu menerangi jalan bagi banyak orang.
Jadi, mari kita dukung perjuangan para da’i pedalaman. Dengan doa, dengan donasi, dengan kepedulian, kita bisa menjadi bagian dari kisah ini. Kita bisa menjadi ujung pena yang menuliskan kelanjutan ceritanya, memastikan cahaya dakwah terus bersinar, dan harapan terus bertumbuh, tak hanya di jantung kota, tapi juga di ujung rimba pedalaman Indonesia.