Muallaf Baduy, Memishakan Diri Guna Meneguhkan Iman

Sudah lebih setengah jam kami menuyusuri jalanan berkelok, dan naik turun, sebuah trek khas daerah dataran tinggi, hingga tiba di sebuah pertigaan, di mana kami memasuki sebuah jalan yang masih terdiri dari tanah, dan batu. Selama beberapa menit kendaraan roda empat ini bergoyang tidak beraturan, mengikuti irama bebatuan yang timbul tenggelam bergesekan dengan ban, hingga terlihat sebuah pemukiman dengan beberapa rumah sederhana yang terbuat dari bambu. Ya inilah bangunan khas suku Baduy, dan kami tengah memasuki desa luar, tempat di mana para muallaf suku Baduy kini menetap.

Walaupun akses jalanan kurang memadai, desa muallaf ini terlihat tidak tertinggal dengan adanya listrik walaupun sangat terbatas, hanya 1 Kwh meter dengan kapasitas tampungan daya maksimal sebesar 1300VA, untuk 48 rumah! Jika ingin menghidupkan pompa air, maka mau tidak mau lampu akan mati, dan tidak semua rumah mendapat akses listrik, sehingga hanya beberapa tempat saja yang mendapatkan penerangan. Inilah sekilas tentang kondisi terkini para muallaf suku baduy yang terpaksa pergi untuk tetap mejaga dua kalimat yang sudah mereka ucapkan, dan yakini.

Baitul Wakaf bersama BMH, berisiniatif memberikan uluran tangan untuk menguatkan tekad, dan keyakinan mereka, bahwa mereka tidak sendiri. Dengan bantuan para donatur, dan kegigihan Da’i pedalaman yang bertugas, serta komitmen dari lembaga, perlahan kebutuhan mereka untuk terus bertahan mulai terpenuhi. Di mulai dari Papan yang sudah kokoh berdiri untuk setiap keluarga, Al-quran sebagai media pembelajaran utama, surau bambu tempat beribadah, dan belajar baik bagi kalangan tua, maupun muda, serta berdiri juga sebuah konstruksi mulia yang masih dalam tahap pembangunan, masjid yang kelak diharapkan akan menjadi pusat dakwah pedalaman di kecamatan Leuidamar,

“Sulit pak Iqro itu awalnya, tapi anak saya yang pertama Alhamdulillah, sudah mulai membaca Juz Amma, saya sendiri masih Iqra’ 4,”  disambut tawa pelan ibu Rafah, salah satu pemukim yang bisa berbahasa Indonesia.

Selain masjid dan listrik, yang masih menjadi PR adalah, pangan, sebuah kebutuhan primer yang pada saat ini mereka hanya dapat mengandalkan datangnya bantuan, karena masih belum ada lahan untuk bercocok tanam. Dan Insya Allah dalam waktu dekat, dengan bantuan Allah SWT, dan para donatur, akan ada pembebasan lahan di sekitar pemukiman, guna tempat mereka beraktifitas untuk kemandirian pangan. Mari bersama bergandeng tangan melangkah menuju masa depan cemerlang, membangun peradaban mulia, dengan berwakaf