Hakim bin Hizam adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan kisah kedermawanannya yang luar biasa, bahkan sebelum beliau memeluk Islam. Lahir dari keluarga Quraisy yang kaya raya dan terpandang beliau adalah keponakan dari Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid Hakim bin Hizam tumbuh menjadi sosok yang cerdas, santun, dan sangat disegani di Mekkah. Jauh sebelum Islam datang, masyarakat telah mengenalnya sebagai individu yang ringan tangan, gemar berderma, dan membebaskan budak. Kekayaan dan status sosialnya tidak menjadikannya sombong, melainkan menjadikannya saluran kebaikan bagi banyak orang.
Ketulusan dan kedermawanannya berlanjut bahkan setelah ia memeluk Islam saat peristiwa Fathu Makkah (Penaklukkan Kota Mekkah). Suatu kali, Hakim bin Hizam bertanya kepada Rasulullah SAW apakah kebaikan-kebaikannya yang dilakukan di masa Jahiliyah akan mendatangkan pahala. Rasulullah SAW menjawab bahwa ia masuk Islam bersama kebaikan yang telah dilakukannya. Hal ini memacu Hakim untuk melipatgandakan amalnya. Konon, di masa Jahiliyah ia memerdekakan 100 budak, dan setelah masuk Islam, ia melakukan hal yang sama sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Salah satu puncak kedermawanannya adalah keputusannya untuk menjual Dar an-Nadwah, sebuah bangunan bersejarah dan lambang kehormatan kaum Quraisy yang ia miliki. Hakim menjualnya seharga 100.000 dirham. Ketika ada yang mempertanyakan mengapa ia menjual warisan kemuliaan kaumnya, Hakim menjawab dengan bijak, “Kemuliaan (semu) telah hilang. Tidak ada kehormatan kecuali dengan ketakwaan.” Ia kemudian menginfakkan seluruh hasil penjualan tersebut di jalan Allah SWT, seraya berjanji akan membeli sebuah bangunan di Surga. Tindakan ini menunjukkan bahwa baginya, harta dunia hanyalah sarana untuk meraih keridaan ilahi.
Kisah penting lain yang menguatkan tekad kedermawanannya terjadi setelah Perang Hunain. Rasulullah SAW memberinya 100 ekor unta sebagai bagian dari harta rampasan perang, dan ketika Hakim meminta lagi, beliau tetap memberinya. Namun, Rasulullah SAW memberikan nasihat yang sangat menyentuh: “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini menyejukkan dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan kerendahan hati, maka akan diberkahi padanya. Dan barang siapa mengambilnya dengan jiwa tamak, maka tidak akan diberkahi.”
Nasihat Rasulullah SAW itu sangat membekas di hati Hakim bin Hizam. Seketika itu juga, ia berjanji di hadapan Nabi, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan meminta dari orang lain apapun setelah ini, sampai aku meninggalkan dunia (mati).” Hakim bin Hizam menepati janjinya. Hingga akhir hayatnya pada usia 120 tahun, ia tidak pernah lagi meminta dan bahkan menolak mengambil gajinya dari Baitul Mal selama masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Kedermawanan Hakim bin Hizam bukan hanya tentang memberi, tetapi juga tentang memelihara kehormatan diri dan keutamaan tangan di atas (memberi) daripada tangan di bawah (menerima), menjadikannya teladan agung bagi umat Muslim.