Era Baru Perwakafan Nasional

Menurut Prof. Nuh, tanda-tanda era baru perwakafan di Indonesia telah nampak dengan ditandai hal-hal berikut; pertama, dari segi Wakif, dulu yang berwakaf orang sepuh, tapi yang sekarang yang berwakaf itu anak-anak muda. Tumbuhnya kesadaran kolektif lintas struktur sosial untuk berwakaf, tumbuhnya generasi terdidik yang menjadi penggerak perwakafan.

Yang berwakaf kini tidak hanya orang kaya, mereka yang kurang mampu juga berwakaf, tua-muda, mahasiswa akademisi, perorangan-institusi, masyarakat umum-pejabat, profesional, hingga CEO perusahaan. Ini sudah ada tanda-tanda sudah muncul, dan kira bersyukur karena terlibat di dalamnya.

Kedua, dari segi harta benda wakaf, semakin beragam tidak hanya saja tanah kini ada wakaf uang, saham, intellectual property dan lainnya sehingga lebih fleksibel dalam menunaikan maupun mengelolanya.

Ketiga, akad wakaf. Sekarang akad wakaf didukung digital ecosystem menjadikan transaksi menjadi sangat mudah, transparan, dan akuntabilitas terjaga.

Keempat, Prof. Nuh juga menyampaikan fase di mana saat ini era baru perwakafan di Indonesia nampak dari sisi Nazhir. Kalau dulu orang yang bersahaja, sangat tradisional, sekarang nazhirnya profesional, yang tidak hanya memelihara harta wakaf, tetapi juga mengembangkan. Munculnya kesadaran tentang pentingnya profesionalitas, kompetensi, value creation dan good waqf governance dalam mengelola harta wakaf untuk membangun public trust. Memanfaatkan teknologi (technology savvy – digital transformation) dalam pengelolaan harta wakaf, lebih mudah, efisien dan produktif. Menyadari pentingnya membangun ekosistem perwakafan nasional. Dan tersedianya intrument pengelolaan wakaf (uang): CWLS.

Kelima, mauquf alaih. Dari segi mauquf alaih ergeseran dari passive mauquf alaih menjadi active (produktif): dimungkinkan berkembangnya entitas layanan baru.

Keenam, Sinergi antara Islamic Social Finance dengan Islamic Commercial Finance (LKSPWU) semakin kuat.

Tugas kita, kita ingin melakukan transformasi aset umat. Yang sifatnya intengible atau non bendawi. Misal umat islam paling dermawan. Itu penting tapi belum cukup. Makanya kita perlu ubah, dari non bendawi menjadi bendawi. Itupun belum cukup, aset bendawi itu kita kembangkan agar menguntungkan.

Sumber : www.bwi.go.id