Seperti biasa, pagi itu para santri masih sibuk menghafal Al Quran. Lantunan ayat suci Al quran tak henti bergema dalam ruangan masjid. Badai COVID 19 yang melanda negeri dan lockdown lokal sejumlah wilayah tak membuat aktifitas belajar terhenti.
Rasa rindu pada keluarga yang terpendam, mesti tertahan. Bukan berarti tak ingin pulang, namun para santri memilih untuk menetap di pesantren. Seperti yang dituturkan ustad Furqon selaku pengasuh menyampaikan para santri tak ingin pulang yang malah akan menjadi beban berat bagi keluarga.
“Para santri memilih tetap di pondok dalam kondisi seperti ini. Sebagian keluarga sudah berat menanggung beban hidup akibat pandemi dan memilih tetap di pondok meski kita berlakukan lock down total” Ujar Furqon menuturkan.
Beban berat mulai dirasakan segenap pesantren, setidaknya akibat pendemi virus Corona telah mulai sebabkan merangkaknya harga kebutuhan pokok dan pangan mulai langka. Kondisi ini tak pelak membuat pesantren mulai berhemat.
Ditengah kondisi yang kian sulit ini tetaplah berbalut optimis. Area sawah diatas lahan wakaf terlihat subur dan menghijau, hitungan dua bulan diproyeksikan panen. Setidaknya, akan menghasilkan 7 ( tujuh) ton gabah. Jika untuk penuhi kebutuhan pesantren yang saat ini kesulitan pangan dirasa lebih dari cukup.
“sejauh ini kondisi padinya bagus bagus. Kalau panen biasanya dapat tujuh ton gabah atau sekitar empat ton beras. Ini sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan pesantren, semoga kondisi sulit ini kita bisa bantu pesantren yang alami kondisi sulit seperti kami saat ini” Ujar Furqon kembali menyampaikan. Kini pesantren punya harapan baru, tak lagi bergantung pada donatur sekedar penuhi stok pangan bagi santri yatim dan dhuafa. Program wakaf produktif telah membangun semangat untuk berperan dengan berbagi ditengah beratnya beban hidup karena pandemi COVID 19. Wakaf sawah produktif tidak hanya bangun kemandirian pangan tapi bangkitkan optimisme dan harapan.